Selasa, 05 Juni 2012

Proposal Skripsi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Konteks Penelitian
Pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, dimanapun  ada masyarakat, disana pula terdapat pendidikan. Banyak Negara mengakui bahwa persolan pendidikan merupakan persoalan yang pelik, namun semuanya merasakan bahwa pendidikan tugas Negara yang amat penting, bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu menyatakan bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci usaha mereka akan gagal. [1]
Dalam undang-undang 1945, salah satu tujuan nasional yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang berhasil adalah bangsa yang bisa memberikan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Salah satu upaya untuk memajukan ilmu pengetahuan adalah dengan cara memajukan pendidikan.
Oval: 1Hampir semua orang dikenai pendidikan dan melaksanakan pendidikan, sebab pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak sudah dewasa dan berkeluarga mereka juga akan mendidik anaknya, begitu pula disekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa di didik oleh guru dan dosen.[2]
Pendidikan merupakan investasi yang paling urgen bagi setiap bangsa, bangsa yang sedang giatnya membangun. Lancarnya pembangunan disuatu bangsa ditentukan oleh mutu pendidikan.
Mutu pendidikan sangat tergantung pada komponen-komponen yang terdapat dalam pendidikan, diantara komponen yang sangat mempengaruhi berhasil tidaknya pendidikan adalah tergantung dari kualitas guru dengan kata lain guru harus profesional.
Dari berbagai literatur yang sudah peneliti telusuri bahwa salah satu upaya yang dapat meningkatkan kualitas guru ialah supervisi pendidikan.
Istilah supervisi pendidikan sering diartikan dalam kategori pembekuan mental, karena supervisi disebut juga pengawas atau kepengawasan. Supervisi secara etimologi berasal dari kata “Super” dan “Visi” yang mengandung arti melihat dan meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan pihak atasan terhadap aktivitas, kreativitas, dan kinerja bawahan.[3] Menurut konsep kuno supervisi dilaksanakan dalam bentuk inspeksi atau mencari kesalahan, sedangkan dalam pandangan modern supervisi adalah usaha untuk memperbaiki situasi belajar mengajar yaitu sebagai salah satu bentuk bimbingan bagi guru dalam mengajar untuk membantu siswa agar lebih baik dalam proses belajar mengajar. [4]
Pada hakekatnya supervisi mengandung beberapa kegiatan pokok, yaitu pembinaan kontinu, pengembangan kemampuan profesional personil, perbaikan situasi belajar mengajar dengan sasaran akhir pencapaian tujuan pendidikan dan pertumbuhan perserta didik. Dengan kata lain, supervisi adalah proses pelayanan untuk membantu dan membina guru-guru, pembinaan ini menyebabkan perbaikan dan peningkatan profesional guru.[5]
Kualitas proses belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh kualitas kinerja guru. Oleh karena itu, usaha meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, perlu secara terus menerus mendapatkan perhatian dari penaggung jawab sistem pendidikan.[6]
Made pidarta mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pendidikan yaitu:
a.       Filsafat negara
b.      Agama
c.       Sosial yang mencakup psikologi, peranan kelompok profesi, dan keimanan
d.      Kebudayaan yang diartikan sebagai ilmu, teknologi, kesenian dan norma
e.       Ekonomi yang mencakup keterampilan berpikir, keterampilan tangan, dan perkembangan ekonomi
f.       Politik yang mencakup, ideologi,cita-cita, dan semangat kebangsaan
g.      Demografi, terdiri dari perkembangan penduduk, penyebaran penduduk, dan kepadatan penduduk.[7]

Jadi, supervisi pendidikan sebagai sistem berada bersama, terikat, dan tertenun di dalam suprasistemnya yang terdiri dari tujuh sistem tersebut. Pengetahuan tentang supervisi pendidikan memberikan bantuan kepada guru dalam merencanakan dan melaksanakan keprofesionalan mereka dengan memanfaatkan sumber  yang tersedia.[8] Supervisi pendidikan tidak saja dipergunakan untuk pengembangan kemampuan personalia sekolah seperti kepala sekolah, guru, petugas BP, pustakawan, laboran dan lainya selama mereka berada dalam atau memangku jabatannya, tetapi juga diperlukan dan pergunakan dalam pendidikan prajabatan guru.[9]
Pidarta dalam Achsanuddin  mendefinisikan supervisi sebagai suatu proses pengembangan kemampuan profesional guru secara maksimum sesuai dengan tingkatan kemampuannya, sehingga tercapai tingkat efisiensi kerja yang lebih tinggi.[10]
Soetjipto dan Raflis dalam Achsanuddin mengemukakan supervisi yaitu semua usaha yang dilaksanakan oleh supervisor untuk memberikan bantuan kepada guru dalam melaksanakan tugasnya.[11]
Dari kedua pengertian di atas menunjukkan bahwa supervisi adalah suatu proses atau kegiatan membantu guru meningkatkan dan mengembangkan kemampuan perofesional, sehingga kinerjanya meningkat menjadi lebih baik dan profesional.
Kata profesional sudah melekat sejak lama setelah orang menyadari bahwa pekerjaan khusus yang selalu berdampak baik positif maupun negatif harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Guru dengan perangkat didiknya harus menyadari bahwa keprofesionalannya itu harus dibayar mahal sehingga harus cerdas dan selalu responsif dalam menanggapi dan menyikapi permasalahan yang berhubungan dengan profesinya itu dan untuk dapat dinyatakan unggul dan profesional, guru harus mengembangkan kompetensi individunya dan tidak banyak bergantung pada orang lain atau pada kekuatan eksternal.[12]
Adapun pengertian guru menurut undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen yakni, sebagaimana tercantum dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat (1) sebagai berikut, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah.[13]
Secara keseluruhan guru adalah figur yang menarik perhatian semua orang, entah dalam keluarga, dalam masyarakat atau sekolah, tidak seorangpun yang tidak mengenal figur guru. hal ini dikarenakan figur guru itu bermacam-macam, seperti guru silat, guru ngaji, guru mata pelajaran, ki ajar bhatara guru, maha guru, dan sebagainya.[14]
Selanjutnya Moh Uzer Usman dalam bukunya menjadi guru yang profesional mendefinisikan guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.[15]
Setelah peneliti mengadakan observasi awal bahwa diketahui di MTs Ar-Rosyidiah Sesela terdapat permasalahan yang kompleks terutama tentang guru yang kurang profesional. Menurut hemat penulis, salah satu penyebab terjadinya kurang efektif seorang guru dalam proses belajar mengajar ialah belum maksimal terlaksananya supervisi pendidikan.[16]
Hal ini merupakan permasalahan yang perlu diteliti lebih lanjut, oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Pelaksanaan Supervisi Pendidikan Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Aqidah Akhlak  Di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Tahun Pelajaran 2011/2012
B.     Fokus Penelitian
Adapun yang menjadi fokus penelitian ini adalah :
1.    Bagaimanakah Pelaksanaan Supervisi Pendidikan dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Aqidah Akhlak di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Tahun Pelajaran 2011/2012 ?
2.    Apakah Kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan Supervisi Pendidikan dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Aqidah Akhlak di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Tahun Pelajaran 2011/2012 ?
3.    Apakah Upaya-upaya yang dilakukan sdalam menghadapi kendala Pelaksanaan Supervisi Pendidikan dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Aqidah Akhlak di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Tahun Pelajaran 2011/2012 ?
C.    Tujuan dan Manfaat
1.    Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
a.    Mengetahui Pelaksanaan Supervisi Pendidikan dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Aqidah Akhlak di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Tahun Pelajaran 2011/2012?
b.    Mengetahui Kendala yang dihadapai dalam Pelaksanaan Supervisi Pendidikan dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Aqidah Akhlak di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Tahun Pelajaran Pelajaran 2011/2012?
c.    Mengetahui Upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala Pelaksanaan Supervisi Pendidikan dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Aqidah Akhlak di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Tahun Pelajaran Pelajaran 2011/2012?
2.    Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara garis besar terbagi menjadi 2, yaitu :


a.       Secara Teoritis
Diharapkan setelah penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan bagi guru dan calon guru dalam upaya Peningkatan Keprofesionalan guru serta masyarakat pada umumnya. 
b.         Secara Praktis
1)        Sebagai sumbangan ilmiah kepada kepala sekolah MTs Ar-Rosyidiah Sesela dalam upaya meningkatkan kepemimpinannya sebagai supervisor.
2)        Sebagai bahan masukan kepada semua guru dan staf di MTs Ar-Rosyidiah Sesela dalam meningkatkan profesionalannya.
3)        Sebagai telaah pustaka kepada peneliti lain yang berminat untuk mengembangkan penelitian ini pada masa-masa yang akan datang.
D.    Ruang lingkup dan Setting Penelitian
1.    Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian dimaksudkan untuk membatasi masalah-masalah penelitian guna memudahkan peneliti dalam memperoleh data terkait dengan fokus penelitian sehingga pembahaasan menjadi lebih terukur.
Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi : Pengertian Supervisi Pendidikan, Fungsi Supervisi Pendidikan, Pelaksanaan Supervisi Pendidikan, Teknik Supervisi Pendidikan, Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan dan Faktor-faktor yang mempengaruhi, dan Pengertian Profesionalisme Guru, Syarat-syarat Profesionalisme Guru, Perkembangan Profesionalisme Guru, Kode Etik Profesi kegurun dan Pelakasanaan Supervisi Pendidikan dalam Meningkatkan Profesionaliseme Guru Aqidah Akhlak.
2.    Setting Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti memilih lokasi penelitian di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Gunungsari Lombok Barat. Alasan Peneliti mengambil lokasi penelitian adalah MTs Ar-Rosyidiah merupakan salah satu sekolah yang terletak ditengah-tengah perdesaan dan sepengetahuan peneliti bahwa lokasi ini belum pernah ada yang meneliti di tempat tersebut. Kondisi lapangan terutama di MTs Ar-Rosyidiah terdapat berbagai persoalan terutama dalam pelaksanaan supervisi pendidikan belum maksimal sehingga guru dalam proses belajar mengajar kurang efektif dan efisien.[17]
E.     Telaah Pustaka
Telaah pustaka dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menegaskan posisi penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti di antara hasil penelitian sebelumnya yang bertopik senada. Penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang peneliti angkat dalam penelitian ini adalah :
1.    Nurmiati, Skripsinya yang berjudul “Peranan Supervisi dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru IPS (Geografi) di MTs Man Halul Ulum Praya”.  pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang peranan supervor dalam meningkatkan profesionalisme guru IPS (Geografi) Manhalul Ulum Praya yang menunjukkan hasil bahwa terjadi peningkatan profesionalisme guru IPS (Geografi) setelah dilakukan supervisi oleh kepala sekolah.[18]
2.    Laeli Kurniati, dengan judul “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi kerja berpengaruh terhadap kenerja guru SMKN 1 Purbalingga” berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SMKN 1 Purbalingga Tahun Pelajaran yang ditujukan dari hasil simultan denga nilai P value : 0;001<0,05. Dimana besarnya pengaruh supervisi dan motivasi kerja terhadap kinerja guru SMKN 1 Purbalingga mencapai 20,7%.[19]
Berdasarkan  kedua Penelitian di atas, penelitian yang akan peneliti lakukan merupakan pelaksanaan secara lebih mendalam dan pengembangan dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya dalam setting dan subyek penelitian yang berbeda.
F.     Krangka Teoritik
1.    Konsep Supervisi Pendidikan
a.    Pengertian Supervisi Pendidikan
Supervisi merupakan suatu usaha preventif kepada orang yang membutuhkan. Dalam kamus pendidikan supervisi adalah segala usaha dan petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru dan petugas pendidikan lainnya dan memperbaiki pengajaran, termasuk perkembangan perubahan guru-guru menyelesaikan dan merevisi tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran dan metode mengajar dan penilaian pengajaran.[20] Karena supervisi segala bantuan dari pemimpin sekolah yang bertujuan kepada pengembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainya dalam pencapaian tujuan pendidikan.
Adapun tujuan pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, serta sehat dan rohani.[21] Jadi, supervisi mempunyai pengertian luas. Supervisi ialah segala bantuan dari pemimpin sekolah yang bertujuan kepada pengembangan kepemimpinan guru-guru dan personil sekolah lainya dalam mencapai tujuan pendidikan[22].
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa supervisi merupakan kegiatan yang sangat urgen, berikut ini merupakan definisi tentang supervisi:
1)   Kimball Wiles, menyatakan supervisi merupakan kegiatan untuk membantu tugasnya dengan baik.[23]
2)   Dalam buku II D kurikulum 1975 dinyatakan bahwa supervisi adalah pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik[24].
3)   Pidarta dalam Achsanuddin mendefinisikan Supervisi adalah  suatu proses pengembangan kemampuan profesional guru secara maksimum sesuai dengan tingkatan kemampuannya, sehingga tercapai tingkat efisiensi kerja yang lebih tinggi.[25]
Wardani dan Suhaenah dalam Achsanuddin mengemukakan pengertian supervisi dalam konteks Program Pengalaman Lapangan (PPL) adalah suatu bantuan profesional bagi mahasiswa calon guru yang sedang berlatih menjadi guru yang profesional, berupa bimbingan yang memungkinkan ia menemukan cara-cara memperbaiki unjuk kerjanya serta memperkuat apa yang dikuasainya.[26]
Dari pengertian diatas dapat dikemukakan tiga hal penting perlu dipahami dan diperhatikan bahwa;
a)    Supervisi hanya merupakan dan sebatas pemberian bantuan, berarti mahasiswa calon guru sendiri yang harus menjadi pemeran utama dan aktif, sedangkan supervisor sebagai pemeran pembantu
b)   Supervisi berorientasi dan berfokus pada pengembangan dan peningkatan kemampuan profesional unjuk kerja mahasiswa calon guru
c)    Supervisi tidak menilai atau mencari kesalahan, tetapi untuk memperbaiki kelemahan/kekurangan, dan yang utama adalah untuk menumbuh kembangkan keterampilan-keterampilan baru sehingga memenuhi kualifikasi untukmenjadi guru profesional.[27]

Lucio dan Mc Neil dalam Soetjipto dan Raflis,  mendefinisikan tugas supervisi meliputi:
                                            a).     Tugas perencanaan yaitu, untuk menetapkan kebijakan dan program
                                            b).     Tugas administrasi yaitu, pengambilan keputusan serta pengkoordinasian melalui referensi dan konsultasi yang dilakukan dalam usaha mencari perbaikan kualitas pengajaran.
                                            c).     Partisipasi secara langsung dalam pengembangan kurikulum, yaitu dalam kegiatan merumuskan tujuan, membuat penuntun mengajar bagi guru, dan memilih isi pengalaman belajar.
                                           d).     Melaksanakan demonstrasi mengajar untuk guru-guru serta
                                            e).     Melaksanakan penelitian[28].

Menurut penulis tugas supervisi juga harus relevan dengan apa yang hendak disupervisi. Jadi dapat disimpulkan bahwa supervisi harus tepat guna dalam merumuskan sesuatu.
b.    Fungsi Supervisi Pendidikan
Fungsi utama supervisi ditujukan kepada perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran. Baek Franseth Jane maupun Ayer (dalam encyelopedia Of Educational Research: Chester Harris, mengemukakan bahwa fungsi utama supervisi ialah membina program pengajaran yang ada sebaik-baiknya sehingga selalu ada usaha perbaikan[29]. Berdasarkan pedoman kurikulum yang tertera pada kurikulum 1975, maka fungsi supervisi adalah sebagai berikut:
1)   Mengadakan penilaian terhadap pelaksanaan kurikulum dengan segala sarana dan prasarananya.
2)   Membantu serta membina guru/kepala sekolah dengan cara memberi petunjuk, penerangan dan pelatihan agar mereka dapat meningkatkan keterampilan dan kemampuan mengajarnya.
3)   Membantu kepala sekolah/guru untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah.[30]

Sergiovani dalam Achsanuddin mengemukakan tentang fungsi supervisi pendidikan sebagai berikut:
a)    Fungsi pengembangan, berarti supervisi apabila dilakukan dengan sebaik-baiknya dapat mengembangkan kemampuan profesional guru semaksimal mungkin
b)   Fungsi motivasi, berarti supervisi apabila dilakukan dengan sebaik-baiknya dapat mendorong dan menumbuh prakarsa guru untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya secara terus menerus.
c)    Fungsi kontrol, berarti supervisi apabila dilakukan dengan sebaik-baiknya dapat untukmengetahui tentng kelemahan dan kekurangan maupun keberhasilan pengembangan kemampuan profesional guru.[31]

Dari uraian seperti yang telah dijelasakan diatas, dapat disimpulkan bahwa supervisi mempunyai beberapa fungsi yang antara satu dan lainnya saling bekaitan, yaitu:
a). Fungsi pelayanan (Service Aktivity): kegiatan pelayanan untuk peningkatan profesionalnya
b). Fungsi penelitian: untuk memperoleh data yang objektif dan relevan, misalnya untuk menemukan hambatan belajar
c). Fungsi kepemimpinan: usaha untuk memperoleh orang lain agar disupervisi dapat memecahkan masalah sendiri masalah yang sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya
d).Fungsi manajemen: seperti dilakukan sebagai kontrol atau pengarahan, sebagai aspek dari manajemen
e). Fungsi evaluasi: seperti dilakukan untuk mengevaluasi hasil atau kemajuan yang diperoleh.
f).  Fungsi supervisi sebagai bimbingan
g). Fungsi supervisi sebagai pendidikan dalam jabatan (In Service Education) khususnya bagi guru muda atau siswa sekolah pendidikan guru [32].

c.    Pelaksanaan Supervisi Pendidikan
Dalam usaha mempertinggi efisiensi dan efektivitas proses pelaksanaan supervisi pendidikan, kegiatan supervisi tersebut perlu dilandasi oleh hal-hal berikut:
1)   Kegiatan supervisi harus dilandasi atas filsafat pancasila, ini berarti bahwa dalam melaksanakan bantuan untuk perbaikan proses belajar mengajar, supervisor harus dijiwai oleh penghayatan terhadap nilai-nilai pancasila.
2)   Pemecahan masalah supevisi harus dilandaskan kepada pendekatan ilmiah yang dilakukan secara  aktif antara lain berarti bahwa di dalam memecahkan masalah harus digunakan kaidah ilmiah seperti berpikir logis, objektif, berdasarkan data yang dapat diverifikasi, dan terbuka terhadap kritik.
3)   Keberhasilan supervisi harus dinilai dari sejauhmana kegiatan tersebut menunjang prestasi belajar siswa dalamproses belajar mengajar
4)   Supervisi harus dapat menjamin kontinuitas perbaikan dan perubahan program pengajaran. Jika supervisi dilaksanakan, maka hasilnya harus merupakan suatu peningkatan proses hasil belajar siswa
5)   Supervisi bertujuan untuk mengembangkan keadaan yang farovable untuk terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. Proses belajar mengajar yang efektif dan efisien hanya akan terjadi jika lingkungan proses itu mendukungnya, oleh karena itu, perlu diupayakan agar lingkungan memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar lebih baik.[33]

Yusak mengemukakan ada beberapa cara yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan supervisi yaitu;
a).  Supervisi hendaknya dilaksanakan dengan persiapan dan perencanaan sistematis
b). Supervisor hendaknya memberitahukan kepada orang-orang yang bersangkutan tentang rencana supervisinya
c).  Agar memperoleh data yang lengkap, supervisor hendaknya jangan hanya menggunakan satu macam teknik, melainkan beberapa macam teknik, seperti wawancara, observasi sekolah, kunjungan kelas dan sebagainya.
d). Laporan hasil supervisi hendaknya dibuat dua rangkap, satu lembar untuk pejabat yang akan diberi laporan dan satu lembar lagi untuk sekolah yang di supervisi
e).  Penilaian dalam supervisi hendaknya dituangkan dalam format-format, checklist atau rating sceale
f).  Penilaian masing-masing komponen kegiatan yang di titikberatkan dari beberapa aspeknya, agar dicari nilai rata-ratanya.
g). Berdasarkan nilai semua komponen, dibuat rekapitulasi dari seluruh hasil penilaian mengenai sekolah yang bersangkutan.[34]
  
d. Teknik Supervisi Pendidikan
Untuk menjalankan tugas secara efektif, supervisor pengajaran diharapkan dapat memilih teknik-teknik supervisi secara cocok dengan tujuan yang akan dicapai. Teknik supervisi merupakan salah satu pendekatan yang memungkinkan guru untuk mempunyai wawasan yang luas tentang supervisi. Dengan demikian, pada gilirannya nanti guru dapat berperan serta dalam melakukan pilihan tentang cara bagaimana supervisor itu akan membantunya, pendekatan ini antara lain:
1)   Pendekatan humanistik yaitu, pendekatan yang timbul dari keyakinan bahwa guru tidak dapat diperlakukan sebagi alat semata-mata untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar
2)   Pendekatan kompetensi, membentuk potensi minimal yang harus dikuasai guru
3)   Pendekatan klinis, berasumsi bahwa proses belajar guru untuk berkembang dalam jabatannya tidak dapat dipisahkan dari proses belajar yang dilakukan oleh guru [35].

  Sutisna dalam Syaiful mengemukakan, teknik supervisi yang dipandang bermanfaat yaitu:
a).    Kunjungan kelas, kunjungan kelas sering disebut kunjungan supervisi yang dilakukan kepala sekolah (atau pengawas/ penilik) adalah yang paling efektif untuk mengamati guru bekerja, alat, metode, dan teknik mengajar tertentu yang dipakainya, dan untuk mempelajari situasi belajar secara keseluruhan dengan memperhatikan semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan murid.
b).    Pembicaraan individual, pembicaraan indivual merupakan teknik supervisi yang  sangat urgen karena kesempatan yang diciptakannya bagi kepala sekolah (pengawas/penilik) untuk bekerja secara individual dengan guru sehubungan dengan masalah-masalah profesional pribadinya
c).    Diskusi kelompok, dengan diskusi kelompok( atau sering pula disebut pertemuan kelompok) dimaksud suatu kegiatan dimana sekelompok orang berkumpul dalam situasi bertatap muka dan melalui interaksi untuk mencapai keputusan tentang masalah-masalah bersama.
d).   Demonstrasi mengajar, rencana demonstrasi mengajar merupakan teknik berharga pula, karena telah di susun dengan teliti daan di cetak lebih dulu, dengan menekankan pada hal-hal yang di anggap penting pada nilai teknik mengajar tertentu, akan sangat membantu
e).    Kunjungan kelas antar kelas, sejumlah studi telah mengungkapkan bahwa kunjungan kelas yang dilakukan guru-guru di antara mereka sendiri adalah efektif dan disukai
f).     Perpustakaan profesional, merupakan sumber informasi yang sangat membantu kepada pertumbuhan profesional personil mengajar sekolah.[36]

Sutisna dalam Syaiful menegaskan tidak ada satu teknik tunggal yang bisa memenuhi segala kebutuhan, dan bahwa suatu teknik tidaklah baik atau buruk pada umumnya melainkan pada kondisi tertentu, teknik kunjungan kelas, demonstrsai mengajar, kunjungan kelas antar kelas, dan teknik lainya akan mempunyai nilai jika dapat menolong guru untuk tumbuh secara profesional.[37]     
e.    Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan dan Faktor yang mempengaruhi
Prinsip supervisi pendidikan antara lain adalah ilmiah yang berarti sistematis dilaksanakan secara tersusun, kontinu, teratur, objektif, demokratis, kooperatif, menggunakan alat, konstruktif dan kreatif.[38]
Rifai dalam Ngalim purwanto mengemukakan bahwa untuk menjalankan tindakan-tindakan dalam supervisi sebaiknya kepala sekolah hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1)Supervisi hendaknya bersipat konstruktif dan kreatif yaitu, pada yang di bimbing dan di awasi harus dapat menimbulkan dorongan untuk bekerja
2)Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenar-benarnya (realistis dan mudah dilaksanakan)
3)Supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya
4)Supervisi harus memberikan perasaan aman pada guru-guru dan pegawai sekolah yang disupervisi
5)Supervisi harus didasarkan atas hubungan profesional, bukan atas dasar hubungan pribadi
6)Supervisi harus memperhitungkan kesanggupan, kedudukan, atau kekuasaan pribadi
7) Supervisi tidak bersiapat mendesak (otoriter) karena dapat menimbulkan perasaan gelisah atau bahkan antipati dari guru-guru.
8)Supervisi tidak boleh didasarkan atas kekuasaan pangkat, kedudukan atau kekuasaan pribadi
9)Supervisi tidak boleh bersipat mencari kesalahan dan kekurangan
10)    Supervisi tidak boleh dapat terlalu cepat mengharapkan hasil, dan tidak boleh lekas merasa kecewa
11)    Supervisi hendaknya juga bersipat preventif, korektif, dan kooperatif. Preventif berarti berusaha mencegah jangan sampai timbul hal-hal yang negatif; Mengusahakan/ memenuhi syarat-syarat sebelum terjadinya sesuatu yang tidak kita harapkan. Korektif berarti memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Kooperatif berarti bahwa mencari kesalahan dan usaha memperbaikinya dilakukan bersama supervisor.[39]

        Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya supervisi yaitu:

a).      Lingkungan masyarakat tempat sekolah itu sendiri berada, apakah sekolah itu kota besar, kota kecil, atau dipelosok.
b).      Besar kecilnya sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah
c).      Tingkatan dan jenis sekolah
d).     Keadaan guru dan pegawai yang tersedia
e).      Kecakapan dan keahlian kepala sekolah itu sendiri. Factor-faktor yang lain, yang terpenting adalah bagaimanapun baiknya situasi dan kondisi yang tersedia, jika kepala sekolahnya tidak mempunyai kecakapan dan keahlian yang diperlukan, semuanya tidak ada artinya[40].

2.    Konsep Profesionalisme Guru
a.    Pengertian Profesionalisme Guru
Sebelum peneliti mengutarakan pengertian profesionalisme terlebih dahulu peneliti mengemukakan pengertian profesi sehingga mudah dimegerti apa yang dimaksud profesionalisme.
 Secara leksikal, Udin Syaifudin mengemukakan kata profesi itu ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian sebagai berikut:
1)      Profesi itu menunjukkan dan mengungkapkan suatu kepercayaan bahkan suatu keyakinan atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang.
2)      Profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu.[41]
Dalam Webster’s New World Dictionary dikemukakan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembannya). Dalam liberal arts atau science, dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar, keinsinyuran, mengarang dan sebagainya [42].

Mc Cully dalam Syaiful mengungkapkan pengertian bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional menuntut dipergunakanya teknik atau prosedur yang berlandaskan intelektualitas yang secara sengaja harus dipelajari kemudian secara langsung dapat di abadikan pada orang lain. Adanya landasan intelektualitas ini membedakan seorang yang profesional dengan teknisi, sebab definisi diatas  memberikan gambaran profesional dalam melakukan pekerjaan di tuntut memiliki filosofi yang mantap dan penuh pertimbangan rasional. [43]
Sanusi et al dalam Soetjipto dan Raflis mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi sebagai berikut:
a). Suatu jabatan yang memenuhi fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (Crusial)
b). Jabatan yang menuntut keterampilan/ keahlian tertentu
c). Kerampilan/ keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
d).Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat kelayakan umum
e). Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama
f).  Proses untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri
g). Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi
h). Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgment terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya
i).   Dalam prakteknya melayani masyarakat, angkatan profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar
j).   Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula[44]

Profesi adalah pengakuan atau pernyataan tentang pekerjaan atau bidang pengabdian yang dipilih.[45], sedangkan profesional adalah mengusai profesi (keahlian), masuk golongan terpelajar/ ahli, pemain bayaran.
Profesional berasal dari kata sipat berarti pencaharian dan sebagai kata benda berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebaganya. Setiap guru profesional menguasai pengetahuan yang mendalam dalam spesialisasinya. Penguasaan pengetahuan ini merupakan syarat penting di samping keterampilan yang lain.
Dari sekian istilah yang sudah dipaparkan dapat dipahami bahwa profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai profesi, ada yang profesinya tinggi, sedang, atau rendah, profesioanalisme juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdsarkan standar yang tinggi dan kode etik profesinya.
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan. Unsur manusiawinya adalah anak didik. Guru dan anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Keduanya berada dalam proses interaksi edukatif dengan tugas dan peranan yang berbeda.[46] 
 Jadi, guru adalah orang yang mengajarkan suatu ilmu pengetahuan terhadap muridnya (peserta didik). Jadi seorang guru yang mengabdikan dirinya kepada masyarakat dan tentunya dia memiliki atau melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu. Tidak mesti dilembaga pendidikan formal tapi juga bisa di masjid, surau, musalla, di rumah dan sebagainya.
Guru juga diartikan sebagi pejabat profesional, sebab mereka di beri tunjangan  profesional[47]. Gary dan Mugaret dalam Mulyasa mengemukakan bahwa guru yang efektif dan kompeten secara profesional memiliki karakteristik sebagai berikut:
(1).  Memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif
(2).   Kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran
(3).   Memiliki kemampuan memberikan umpan balik (feed back) dan pengamatan( reinforcement)
(4).   Memiliki kemampuan untuk peningkatan diri[48]
Guru menempati peranan kunci dalam mengelola kegiatan proses belajar mengajar. Kesungguhan guru tidak hanya diukur dengan kemampuan intelektual saja melainkan kesungguhan aspek moral kemanusiaan, ketakwaan, disiplin, dan tanggung jawab serta keluasan wawasan kependidikan dan dalam mengelola proses belajar mengajar.[49]
Dengan demikian kesungguhan guru perlu didukung oleh suasana kondusif melainkan keterbukaan profesi yang ditandai dengan keluasan pengembangan dan pengelolaan proses pengajaran.
b.   Syarat-syarat Profesionalisme Guru
Robert W. Richey dalam Udin Syaefudin mengemukakan ciri-ciri dan syarat-syarat Profesi sebagai berikut. 
1)   Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi
2)   Seorang pekerja profesional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuann khusus yang mendukung keahliannya.
3)   Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan
4)   Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
5)   Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi
6)   Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri di dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya
7)   Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian
8)   Memandang profesi suatu karier hidup (alive career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.[50]
Nasional Educatiaon Association (NEA) dalam Udin Syaefudin yang menyarankan kreteria jabatan guru sebagai berikut:
a). Jabatan yang melibatkan intelektual
b). Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
c). Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka)
d).Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
e). Jabatan yang menjanjikan karer hidup dan keanggotaan yang permanen.
f).  Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri
g). Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
h). Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.[51]

c.    Perkembangan Profesionalisme Guru
Semangat baru dalam dunia pendidikan nasional kita untuk lebih mengangkat profesi keguruan didasarkan atas pengalaman sebelumnya yang lebih mendeskripsikan sisi kelemahan guru, ternyata hal tersebut tidak menguntungkan bagi guru dan profesi guru serta pendidikan nasional secara keseluruhan.
Secara sederhana pekerjaan yang bersipat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus telah dipersiapkan untuk itu, bukan pekerjaan yang dilakukan sembarang orang. Oleh sebab itu, tinggi rendah pengakuan profesionalisme terutama keguruan sangat tergantung kepada keahlian dan tingkatan pendidikan yang ditempuhnya.
     Dari sekian jenis pekerjaan yang terdapat dalam dunia kekaryaan yang oleh masyarakat sudah sering disebut atau dipersepsikan sebagai suatu profesipun ternyata masih ada pengkategoriannya yaitu sebagai berikut:
                                          (1).  Profesi yang telah mapan (older professions)
                                          (2).  Profesi baru( newer professions)
                                          (3).  Profesi yang sedang tumbuh kembang (emergent professions)
                                          (4).  Semi-profesi (semiprofessions)
                                          (5).  Tugas jabatan dan pekerjaan yang belum jelas arah tuntutan status keprofesiannya (occupations that lay unrecognized claim to profesional status).[52]

Kalau diikuti perkembangan profesi keguruan di Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berkependidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya sejarah pendidikan Indonesia, nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama zaman kolonial Belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan.
Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak di didik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo Tahun Pelajaran 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak maka pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru, yakni:
                                          (a).     Guru lulusan yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh
                                         (b).     Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru
                                          (c).     Guru bantu, yakni guru yang lulus ujian guru bantu
                                         (d).     Guru yang dimagangkan kepada guru senior yang merupakan calon guru
                                          (e).     Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.[53]

Walaupun sekolah guru telah dimulai dan kemudian juga di dirikan sekolah normal, namun pada mulanya bila dilihat dari kurikulumnya dapat kita katakan hanya mementingkan pengetahuan yang akan diajarkan saja.
Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi dan dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik di depan kelas, tetapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan kemajuan zaman, perkembangan ilmu dan teknologi, dan kepedulian guru yang meningkat menjadi imbalan atau balas jasa.[54]
d.   Kode etik Profesionalisme Guru
1)   Pengertian kode etik
Kode etik pendidik adalah salah satu bagian dari profesi. Artinya setiap pendidik yang profesional akan melaksanakan etika jabatannya sebagai pendidik[55].
Hornby dalam Udin Syaefudin mendefinisikan kode etik secara leksikal sebagai berikut:
Codes as collection of lowsarranged in a system ar, system of rules and principles that has been accepted by society or a class or group of people” 
Ethic as system of moral principles, rules of conduct”[56]
Dengan demikian, kode etik keprofesian pada hakekatnya merupakan suatu system peraturan atau perangkat prinsip-prinsip keprilakuan yang telah di terima oleh kelompok orang yng bergabung dalam himpunan organisasi keprofesian tertentu.
2)   Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri.
Udin Syaefudin menegaskan tujuan kode etik ialah untuk menjamin agar tugas pekerjaan keprofesian itu terwujud sebagaimana mestinya dan kepentingan semua pihak terlindungi sebagaimana layaknya.[57]
Hermawan dalam Soetjipto mengemukakan secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
a). Untuk menjunjung tinggi martabat gutu
b). Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
c). Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d).Untuk meningkatkan organisasi profesi.[58]

3)   Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu ogranisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang-orang secara perorangan melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang di utus untuk dan atas nama anggota profesi dari organisasi tersebut.
4)   Sanksi pelanggaran kode etik
Sering kita jumpai bahwa adakalanya Negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat mengikat menjadi peraturan hukum dan undang-undang, apabila halnya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku mengikat menjadi aturan yang memberi sanksi hukum yang sipatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun pidana.
5)   Kode Etik Guru Indonesia
Kode guru Indonesia dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu profesi yang utuh dan bulat.
Fungsi kode etik Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdianya sebagai guru, baik di dalam maupun di luas sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
3.    Pelaksanaan Supervisi Pendidikan dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru Aqidah Akhlak
Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru dapat di tinjau dari beberapa sudut pandang:
a.    Ditinjau dari perkembangan IPTEK
b.   Ditinjau dari kepuasan dan moral kerja
c.    Ditinjau dari keselamatan kerja
d.   Peningkatan kemampuan profesional guru sangat dipentingkan dalam manajement.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh supervisor dalam rangka peningkatan profesional guru yang dipimpinnya, khususnya guru kelas, guru mata pelajaran Aqidah Akhlak, adalah supervisi pendidikan yang dilakukan secara terus menerus atau kontinu. Pelaksanaan supervisi pendidikan dalam rangka peningkatan kemampuan profesionalisme guru sesuai dengan fungsi supervisi itu sendiri. Sergiovani dalam Syaiful, mengutarakan tiga fungsi supervisi di sekolah yaitu, pengembangan, motivasi, kontrol.
1)   Dengan fungsi pengembangan berarti supervisi Pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat meningkatkan keterampilan guru dalam mengelola proses pembelajaran
2)   Dengan fungsi motivasi berarti Supervisi Pendidikan, apabila dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dapat meningkatkan motivasi kerja
3)   Dengan fungsi kontrol berarti supervisi Pendidikan, apabila dilaksaanakan dengan sebaik-baiknya, memungkinkan supervisor (kepala sekolah dan pengawas) melaksanakan kontrol terhadap pelaksanaan tugas-tugas guru. [59]

Menurut hemat penulis, atas dasar konsep tersebut dapat dimengerti fungsi supervisi sekolah harus benar-benar sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan/ditetapkan guna menjadikan seseorang yang profesional dalam profesinya.  
a.    Hakekat supervisi pendidikan
Secara sederhana supervisi dapat didefinisikan sebagai proses pemberian layanan bantuan profesional kepada guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolan proses pembelajaran secara efektif dan efisien.
Berikut ini dikemukakan beberapa definisi suprvisi pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh para pakar supervisi:
Intrucsional supervision in here in defined as; behavior officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in such a way as to facilitate pupil learning and achieve the goals organization.[60]
     Berdasarkan pengertian tersebut, ada tiga ciri supervisi pendidikan yaitu,

(1).   Supervisi merupakan sebuah proses, oleh karena itu ada langkah-langkah yang harus ditempuh oleh kepala sekolah atau pengawas dan Pembina lainya dalam melaksanakan supervisi pendidikan di sekolah. Langkah-langkah yang dimaksud adalah langkah-langkah supervisi pendidikan.
(2).   Supervisi merupakan aktivitas membantu guru meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya dalam mengelola proses belajar mengajar. Konsep inii sekaligus menunjukkan bahwa pemeran utama dalam meningkatkan keprofesionalan guru adalah supervisor dan guru itu sendiri.
(3).   Tujuan dari supervisi pendidikan adalah guru semangkin mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif dan efisien.[61]
Proses pembelajaran dapat dikatakan efektif, apabila mencapai tujuan intruksional khusus. Proses pembelajaran dikatakan efisien apabila menggunakan sarana dan prasarana atau sumber daya yang efesien. 
b.      Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan
Supervisi pendidikan dapat berfungsi untuk pengembangan, motivasi, kontrol apabila dilaksanakan dengan memegang teguh prinsip-prinsip tertentu sebagaimana telah banyak dikemukakan oleh para pakar supervisi pendidikan atau supervisi pengajaran, seperti Alponso, sergiovani, daresh Glickman dan Gwynn.
Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut:
                                     (1).Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, hubungan kemanusiaan yang sebaliknya diciptakan adalah hubungan yang bersipat terbuka, kesetiakawanan, dan universal. Hubungan demikian ini bukan saja antara supervisor dengan guru melainkan dengan pihak yang lain yang terkait dengan program supervisi. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan supervisi disekolah, kepala sekolah pengawas, dan Pembina lainya harus memiliki sipat-sipat seperti sipat membantu, memahami, terbuka, jujur, konsisten, sabar, antusias, dan penuh humor.
                                     (2). Supervisi harus dilakukan  secara berkesinambungan. Supervisi pendidikan bukan tugas yang bersipat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan.  Perlu dipahami bahwa supervisi itu merupakan salah satu essential function keseluruhan program pendidikan, apabila guru telah berhasil mengembangkan kemampuanya tidak berarti selesailah tugas supervisor, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan.
                                     (3). Supervisi pendidikan harus demokrstis, supervisor tidak boleh mendominasi dalam melaksanakan supervisi, titik tekan supervisi demokratis adalah aktif dan koopertif.
                                     (4). Program supervisi pendidikan harus komprehenshif, program supervisi harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan program pendidikan sekolah, walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek tertentu berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan system penyelenggaraan sekolah sebelumnya.
                                     (5). Supervisi pendidikan harus konstruktif, supervisi bukanlah mencari kesalahan guru.
                                     (6). Supervisi pendidikan harus objektif yakni dalam menyusun, melakasanakan, dan mengevaluasi keberhasilan program Supervisi pendidikan.[62]   
G.    Metode Penelitian
Untuk melakukan penelitian ini diperlukan metode penelitian yang tersusun secara sistematis agar data yang benar keabsahannya  sehingga penelitian ini layak untuk diuji kebenarannya.
1.    Pendekatan Penelitian
Dalam  penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pemilihan penggunaan pendekatan penelitian kualitatif dalam penelitian ini didasarkan pada fenomena kasus yang akan diteliti yaitu pelaksanaan supervisi pendidikan. Supervisi pendidikan merupakan salah satu kegiatan supervisor guna menjadikan guna memantapkan profesionalisme seorang guru. Hal ini bersesuaian dengan pengertian penelitian kualitatif yaitu proses penelitian dan pemahaman berdasarkan pada metologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia[63]. Pendekatan Kualitatif dalam penelitian ini termasuk pada jenis fenomenologi yaitu penelitian yang berorientasi untuk memahami, menggali, dan menafsirkan arti dari peristiwa-peristiwa, fenomena-fenomena dan hubungan dengan orang-orang tertentu[64].
2.    Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, peneliti berperan sebagai instrumen sekaligus sebagai pengumpul data sehingga keberadaannya di lokasi penelitian mutlak diperlukan[65].
Berdasarkan hal tersebut, kehadiran peneliti dalam penelitian ini tidak dapat dipisahkan dari pengamatan secara langsung. Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai instrumen kunci dan melibatkan diri dalam pelaksanaan kegiatan yang diteliti dan bukan bermaksud mempengaruhi obyek yang akan diteliti tapi semata-mata untuk mendapatkan data yang akurat.
3.    Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Lombok Barat. Adapun alasan Pemilihan Lokasi Penelitian ini adalah:
a.       MTs Ar-Rosyidiah Sesela Lombok Barat merupakan satu-satunya Madrasah yang berada di tengah-tengah perkampungan dan dikelilingi rumah warga dan letaknya di wilayah kecamatan Gunungsari.
b.      MTs Ar-Rosyidiah Sesela Lombok Barat juga merupakan salah satu Madrasah yang menampung santri dan santriwati dari berbagai wilayah.
c.       MTs Ar-Rosyidiah Sesela Lombok Barat merupakan Madrasah yang berdiri sendiri dan sudah mendapatkan izin oprasional. [66]
4.    Sumber Data
Sumber data penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh[67]. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan purposive sampling artinya data diperoleh dari sumber data yang mampu memberikan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Adapun yang menjadi sumber data yang menjadi sasaran utama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.    Ketua yayasan pondok pesantren MTs Ar-Rosyidiah Sesela
b.    Kepala MTs Ar-Rosyidiah Sesela sebagai Supervisor
c.    Guru mata pelajaran Aqidah Akhlak
d.   Semua Staf sekolah di MTs Ar-Rosyidiah yang ikut terlibat dalam pelaksanaan supervisi pendidikan.
5.    Prosedur Pengumpulan Data
Pada umumnya pengumpulan data dalam penelitian Kualitatif menggunakan teknik observasi, wawancara dan studi dokumentasi[68].
a.          Metode Observasi
Metode observasi adalah suatu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dengan obyek yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan ruang (tempat), pelaku kegiatan, obyek perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu dan perasaan[69].
Dalam penelitian ini, metode observasi akan peneliti gunakan untuk mencari data tentang pelaksanaan supervisi pendidikan, bentuk-bentuk pelaksanaan supervisi pendidikan, teknik  yang digunakan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan.
b.    Metode Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara[70]. Selanjutnya Esterberg dalam Sugiono mengemukakan bahwa terdapat 3 macam wawancara dalam penelitian kualitatif, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur dan tidak terstruktur[71].  Oleh karena dalam penelitian ini sumber data sudah di tentukan maka teknik wawancara yang akan peneliti gunakan adalah wawancara terstruktur terutama sekali kepada responden yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan supervisi pendidikan di MTs Ar-Rosyidiah Sesela.
Dalam penelitian ini metode wawancara akan peneliti gunakan untuk mengumpulkan data tentang pelaksanan supervisi, dan, kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan supervisi dan upaya yang harus laksanaan ketika terjadi problem dalam pelaksanaan supervisi pendidikan.
c.    Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang beruba catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, langgar dan sebagainya[72]. Dengan demikian metode dokumentasi bermaksud mencari data dengan mengklasifikasikan bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode dokumentasi untuk mendapatkan data tentang Pelaksanaan supervisi pendidikan di MTs Ar-Rosyidiah Sesela Tahun Pelajaran 2011/2012.
6.    Teknik Analisis Data
Menurut Iskandar, analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data[73].
Berdasarkan penelitian yang bersifat deskriftif kualitatif maka data akan dikumpulkan dan analisis. Analisis data deskriptif mengenai subyek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis[74]. Dengan menganalisis data dengan metode Huberman dan Milles peneliti akan mengmbil langkah-langkah reduksi data, penyajian data, mengambil kesimpulan lalu diverifikasi.
7.    Validitas data
Untuk menjamin validitas data penelitian ini, peneliti akan menggunakan beberapa kriteria teknik pemeriksaan yang dikemukakan oleh para pakar penelitian. Teknik-teknik yang dimaksud adalah[75]:
a.    Perpanjangan keikutsertaan peneliti di lapangan
Dengan semakin lamanya peneliti ikut serta di lapangan, maka informasi yang diperoleh dapat diuji kebenarannya. Selain itu perpanjangan keikutsertaan peneliti juga dapat memungkinkan peneliti terbuka terhadap pengaruh ganda yaitu faktor-faktor kontekstual dan pengaruh gejala atau fenomena yang diteliti.
b.    Meningkatkan ketekunan pengamatan
Dalam penelitian ini, ketekunan pengamatan peneliti sangat diperlukan untuk menemukan ciri-ciri fenomena atau gejala sosial dalam situasi yang sangat relevan sehingga peneliti dapat memusatkan perhatian secara rinci dan mendalam. Ketekunan pengamatan oleh peneliti dalam penelitian ini akan membantu menyediakan kedalaman informasi melalui pengamatan yang teliti dan rinci secara kesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol pada masalah yang sedang di teliti.
c.    Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap suatu data. Dalam penelitian ini, teknik triangulasi akan peneliti gunakan untuk membandingkan antara hasil wawancara peneliti dengan informan kunci dan hasil wawancara dengan beberapa orang informan lainnya untuk kemudian peneliti konfirmasikan dengan studi dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian serta hasil pengamatan peneliti di lapangan sehingga keabsahan data terpenuhi. Teknik ini mencoba mengkroscek temuan dengan membandingkan dengan sumber, metode, pengamat dan teori yang ada.[76]
d.   Tersedianya referensi
Ketersediaan dan kecukupan referensi dapat mendukung kepercayaan data penelitian seperti penyediaan foto, handicam, tape recorder. Referensi akan peneliti gunakan sewaktu mengadakan pengamatan berperan serta dalam setting sosial penelitian ini. Peneliti akan merekam kegiatan dengan handicam, foto dan wawancara peneliti dengan responden. Dengan demikian apabila dicek kebenaran data penelitian maka referensi yang tersedia dapat dimanfaatkan sehingga tingkat kepercayaan data tercapai.[77]
H.    Sistematika
Berdasarkan ketentuan dalam penulisan karya ilmiah, maka sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 3 bagian yaitu :
1.    Bagian awal terdiri dari halaman sampul, judul, persembahan, nota dinas pembimbing, motto, persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
2.    Bagian utama yaitu bagian yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN yaitu bagian yang membahas has Konteks Penelitian, Fokus Kajian, Tujuan dan Manfaat, Ruang Lingkup dan Setting penelitian, Telaah pustaka, Kerangka Teoritik, dan Metode Penelitian. BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN  yaitu bagian yang  mengungkapkan data dan temuan penelitian mengenai fokus data penelitian. BAB III PEMBAHASAN yaitu bagian yang mengungkapkan proses analisis terhadap data dan temuan sebagaimana dipaparkan di BAB II berdasarkan pada perspektif penelitian dan kerangka teori sebagaimana diungkapkan di bagian PENDAHULUAN. BAB IV PENUTUP yaitu bagian yang memberi kesimpulan berdasarkan hasil analisis data dan saran-saran praktis seperlunya sesuai dengan fokus kajian berdasarkan manfaat hasil penelitian.
3.    Bagian akhir yang terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang memperkuat keaslian skripsi.


[1] Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005),h.1
[2] Made Pidarta, Landasan Kependidikan, ( Jakarta: Rineka Cipta,2006 ),h. 1
       [4]. Syaiful  Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer,( Bandung: Alfabeta, 2006), h.228
              [5]. Ibid. h. 1
              [6]  Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, ( Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2009), h. 230
             [7] Made pidarta, Landasan......., h. 29
[8] Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi…., h. 230
[9] Achsanuddin, Program...., h. 18
[10] Ibid.,h. 18
        [11] Ibid.,h. 18
[12] Isjoni, Guru Sebagai Motivator  Perubahan, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 3-4
[13] Undang-undang  Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005, (Jakarta: Sinar Grafik), 2009. h. 3
[14] Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 70
[15] Uzer usman , Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 15
[16]  Observasi, tanggal 27 Desember 2011
[17] Observasi, tanggal 27 Maret 2011
[18] Nurmiati, “ Peranan Supervisi Pendidikan dalam meningkatkan profesionalisme Guru IPS (Geografi) di MTs Man Halul ULum Praya” (Skripsi, STAIN Mataram, 2005), h.50-51.
[19] Laeli Kurniati, “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi kerja berpengaruh terhadap kenerja guru SMKN 1 Purbalingga”(Skripsi, IAIN Mataram, 2007),h.66-68.
[20] Daryanto, Administrasi Pendidikan, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 17.
[21] Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, ( Bandung: Alfabeta, 2009), h. 7
[22] Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2007),h.26
[23] Yusak, Administrasi…., h. 99
 [24] Ibid., h. 99
[25] Achsanuddin, Programan.......,   h. 19
[26] Ibid., h.20
[27] Ibid., h. 20
[28] Soetjipto dan Raflis Kosasi,  Profesi......,h. 233
[29] Moh. Rifai, Administrasi......, h. 229
[30] Yusak, Administrasi…., h.101
[31] Achsanuddin, Program........, h.21
[32] Ibid.,h.101-102
[33] Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi…..,h. 239
[34] Yusak , Administrasi.....,h. 104
[35] Soetjipto dan Raflis Kosasi,  Profesi...., h. 247
[36] Syaiful Sagala, Administrasi…..,h.238 240
 [37] Ibid., h. 238-241
[38] Syaiful Sagala, Administrasi……,h. 236
[39] Ngalim Purwanto, Administrasi....., h. 117
[40] Ibid..h.117-118
[41] Udin Syaifudin,  Pengembangan Profesi Guru (Bandung: Alpabeta, 2010), h. 3
[42] Ibid.,  h. 3
[43] Syaiful Sagala, Administrasi....., h.195
[44]  Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi….,, h.17
[45] Maimun, Menjadi Guru Yang Dirindukan, Pelita Yang Menerangi Jalan Hidup Siswa,(Yogyakarta: Kurnia Kalam Mulia, 2011),h.1
[46]  Djamarah, Psikologi......, h.80
[47]  Made Pidarta , Landasan......, h.265
[48] Mulyasa, Standar Kompetensi dan  Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),h.21
[49] Djamarah, Psikologi……, h. 80
[50] Udin,  Pengembangan......,h.15-16.
[51] Ibid., h.16
[52] Udin, Pengembangan ......, h. 27
[53] Soetjipto dkk, Profesi ......, h. 28
[54] Ibid., h. 29
[55] Pidarta, Landasan.....,h.271
        [56] Udin, Pengembangan....., h.78
   [57] Ibid., h.79
[58] Soetjipto dan Raflis Kosasi,  Profesi......, h. 31-32
[59]Syaiful,  Administrasi…., h. 31-32
[60] Syaiful, Administrasi.....,  h. 242
[61] Ibid.,h. 22
[62].Ibrahim Bafadal, Seri Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis sekolah, peningkatan Profesionalisme Guru SD, Jakarta : Bumi Aksara, 2003), h.25
[63] Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Gaung Persada, 2009), h. 11         
[64] Ibid., h. 51.
[65] Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi,  (Mataram : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram, 2010), h. 43.
[66] Sibawaih, Wawancara, tanggal  27 Desember 2011
[67] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian-Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 2006), h. 129.
[68] Iskandar, Metodologi...., h. 51.
[69] Ibid., h. 122
[70] Arikunto, Prosedur...., h. 155
[71] Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung  : Alfabeta, 2011), h. 233.
[72] Ibid., h. 231
[73] Iskandar, Metodologi...., h. 231.
[74] Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), h. 126.
[75] Iskandar, Metodologi...., h. 231.
[76] Iskandar, Metodologi...., h. 154-155
[77] Iskandar, Metodologi.....,h. 161

Tidak ada komentar:

Posting Komentar